Bacalah

Learning is forever

RSS Feed

Going where this year?

Muara Badak, The Jungle

0 Comments

Pertama kali saya datang ke Badak, yang pertama kali saya rasakan adalah udaranya panas sekali. Saya sudah mengira kalau di pulau Kalimantan memang rata2 udaranya lebih panas daripada di Jogja, tapi saya tidak mengira kalo sampe sepanas ini. Ketika di perjalanan dari Balikpapan kesini, di sepanjang perjalanan memang hutan2, dan kelihatan sejuk banget, ya jelas karena di bus pakai pendingin udara, jadi yang terasa adalah udara sejuk.

Secara umum, jangan bayangkan hutan disini kayak hutan di lereng Gunung Merapi, tapi lebih mirip hutan di Gunung Kidul atau Kulon Progo. Tanahnya berstruktur tanah liat.  Cuma bedanya, di kanan kiri jalan banyak pipa2 gas milik VICO yang kadang2 melintang melewati gang2 pemukiman penduduk. Ketika lagi job di site, jangan kaget kalo ngejob sambil di samping unit ada gerombolan sapi yang digembalakan penduduk setempat. Dari Badak ke arah selatan, kita menuju Nilam. Nilam termasuk di daerah aliran sungai Mahakam. Disini kebanyakan rawa2, yang dihuni kawanan berbagai satwa. Saya pernah melihat kera ekor panjang, berang2, elang rawa, biawak, dan katanya juga ada buaya muara. Tapi saya pengen melihat pesut yang katanya dulu pernah banyak di delta sungai Mahakam, yang sekarang populasinya minim dan hampir punah. Saya pengen juga melihat elang dari jarak yang lebih dekat. Tapi sebagai kroco maintenis, kayaknya kesempatan saya untuk melihat berbagai keanekaragaman hayati tersebut bakal minim, karena kedepannya saya lebih banyak work at base.

Tapi ada beberapa bekas area drilling yang gak direklamasi kembali. Jadi dibiarkan terbengkalai dan akhirnya cuma ditumbuhi semak belukar. Dan ditambah lagi penduduk gak boleh memanfaatkan lahan ini. Hal ini sangat sayang banget, padahal kalau boleh dikelola dan diolah kembali, mungkin lahan2 tidur ini dapat menjadi tambahan bagi masyarakat Muara Badak.

Hal yang cukup mengganggu juga adalah nyamuk. Disini ada berbagai jenis nyamuk, mulai dari Anopheles sampai Aides Aygepti. Ukurannya pun jumbo2. Tapi kantin di base menyediakan penangkal biologis untuk nyamuk, yaitu godong kates alias daun pepaya rebus yang tersedia saat sarapan, makan siang, maupun makan malam.

Muara Badak, Peternakan Trainee Tukang Ulur Kabel

0 Comments

Dulu ketika pertama kali ditemukan gas disini, oil serpis kumpeni atau oilfield service company yang disewa VICO adalah The Smurfs alias Si Biru alias Schlumberger. Namun seiring berjalannya waktu, tampaknya VICO tidak mempunyai cukup dana untuk memakai The Smurfs. Alhasil digunakanlah solusi yang sedikit agak lebih murah namun tetap merk Amerika, yaitu The Reds alias Halliburton. Halliburton mulai masuk ke Badak tahun 2008. Product line service yang di-deploy sama The Reds disini adalah Cementing, Wireline and Perforating, Boots and Coots, sama Tubing Conveyed Perforating. Ada juga Sperry Drilling sama Baroid, tapi kayaknya mereka berdua cuma sekedar numpang lewat alias gak punya base di Badak.

Entah karena disini dianggap sebagai area susah, atau area murah, atau area kacang goreng, Wireline memakai Badak sebagai training ground bagi engineer trainee-nya. Sudah hampir dua bulan saya menjadi kenkyuusei alias trainee di Badak. Sebagai kroco, kami terlihat seperti gerombolan liar. Kami masih ditaruh di berbagai bagian di Base secara bergiliran, seperti di Sonde alias Mechanical Maintenance Lab, Shop Yard, Electrical Maintenance Lab, field job Open Hole, dan field job Cased Hole. Ditambah lagi, bos alias supervisor kami berada di Balikpapan, dan kami harus mengatur sendiri jadwal kerja kami. Dan sebagai kroco, kami harus menyerap ilmu sebanyak2nya sambil melakukan aktifitas yang kelihatan sepele tapi esensial, seperti mencuci truk unit, mencuci tool, angkut2 dan angkat2, pressure test, heat test, dan lain sebagainya. Belum lagi disini juga terdapat trainee gelombang lain. Jadi situasinya terlihat hiruk pikuk oleh kaum berhelm hijau.

Badak Field dan sekitarnya mempunyai beberapa keunikan. Pertama, disini memakai dual tubing pada sumurnya, yang membutuhkan teknik khusus untuk melakukan perforasi atau pembolongan tubing agar gas bisa mengalir keluar. Kedua, pressure bawah tanah sudah cukup tinggi untuk membuat si gas bisa mengalir sendiri ke plantnya. Ketiga, dalamnya sumur bisa mencapai lebih dari 10.000 feet atau kira2 3 km (cukup dalam untuk sumur onshore). Owh iya, disini yang dilakukan adalah land operation, jadi semuanya ya dilakukan di darat, dan unitnya menggunakan truk Kenworth T800 dan T600 custom made. Memang ada beberapa sumur yang terletak di rawa2 delta, namun masih di aliran sungai Mahakam, jadi cuma pake swamp barge saja.

Kegiatan di Shop dan Lab kebanyakan berupa job preparation, maintenance, dan post-job service. Ada beberapa troubleshooting yang dilakukan, tapi sebagai kroco kami baru boleh lihat2 dulu. Sebagaian besar tool2 disini “cuma” mengukur density, resistivity, flow, temperature, induction, dan pressure. Namun jadi kelihatan rumit karena kondisi kerjanya yang cukup harsh (high pressure, high temperature, mud, shock, etc.). Ukurannya pun juga kadang2 gak main2, satu string alias satu rangkaian tool panjangnya bisa sampai 100 m. Soalnya dulu saya kira measurement tool di Wireline itu compact dan kecil kayak tool2 yang kita buat waktu kuliah. Ada juga tool yang mengukur besaran yang baru saya ketahui disini, yaitu porosity, gamma ray, hydrocarbon index, dan ada tool khusus untuk melakukan sampling fluida alias bahan yang berada di formasi.

Untuk field job, pertama saya ikut Cased Hole di site Nilam. Kondisi geografis berupa rawa2 yang dibabat kemudian diurug. Jadi panas banget, dan ditambah tidak ada tempat berteduh selain mobil atau truk unit. Tapi di cabin di dalam unit tempatnya sempit, dan lagi di dalamnya ada company man alias ndoro alias mandor dari VICO. Job waktu itu adalah cek ikatan antara semen dengan casing sumur kemudian perforasi di tubingnya. Sebagai kroco, saya harus siap sedia bantu angkat2, ngambilin tool, nyuci mobil dan nyuci truk. Tapi lumayanlah bisa tahu apa yang dilakukan orang2 field terhadap tool kita, loading charge ke gun carrier, arming gun, rig up rig down tanpa pakai rig alias rigless dan cuma pake truk crane, tahu pressure control equipment, dll. Crew serta engineer-nya juga baik2 dan mau ngajarin.

Kemudian saya ikut job Open Hole, di Nilam juga. Disini dilakukan pengukuran gamma ray, density, porosity, induction, serta sampling fluida. Open Hole job ini lebih berasa, karena kami nginep di area drilling rig. Crew senior, technician senior, sama engineer-nya tidur di doghouse alias peti kemas yang disulap jadi kamar. Sementara itu kroco mumet, technician junior, serta crew junior tidur di mobil. Disini kebanyakan aktifitasnya adalah menunggu dan menunggu, selama proses ambil data alias logging dilakukan. Rig up rig down-nya lebih ribet dan kacau dibanding Cased Hole. Job yangs seharusnya selesai dalam 2 hari harus molor sampai 3 hari karena tool yang digunakan untuk sampling sempet error, untung kami bawa tool back-up nya. Selama menunggu tersebut, saya banyak nanya2 dan ngobrol2 ngalor ngidul sama geologist, drilling crew, sampai ke crane operatornya. Saya juga mencoba untuk memahami proses drilling Open Hole sampai menjadi Cased Hole disini. Karena job Open Hole ini jarang2, jadi mumpung ada kesempatan, kudu dimanfaatin sebaik2nya.

Sekarang saya sudah mulai masuk ke Maintenance Lab, karena sebagai kroco maintenis, disitulah habitat saya nantinya berada. Ada juga beberapa assessment yang harus diselesaikan. Setelah 3 bulan pun, sebenarnya kami masih kroco sampai sekitar 1-2 tahun lagi, dan tidak ada kata berhenti belajar, semuanya bisa diambil ilmunya.

Muara Badak, Disedot Sampai Habis

0 Comments

Muara Badak, adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Terletak di delta sungai Mahakam, konon kecamatan ini adalah salah satu kecamatan yang terkaya di Indonesia. Dibawah permukaan tanah di kecamatan ini, terdapat sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, yaitu gas alam. Gas alam disini katanya ditemukan pertama kali sejak tahun 1972 sama Huffington Company Indonesia, sebuah owner kumpeni dari Amerika. Gas alam disini diolah di Badak LNG Plant di Bontang yang jaraknya kira2 56 km ke utara. Dan sejak tahun 1977, Badak LNG Plant ini menjadi salah satu pemasok gas alam terbesar untuk pembangkit listrik dan industri di Jepang.

Huffington Company Indonesia, sekarang berubah nama jadi Virginia Coconut Oil, eh Virginia Indonesia Company alias VICO, dan masih memegang konsesi gas alam di kecamatan Muara Badak dan sekitarnya. Cadangan gas alam di area VICO ini sudah terhitung sebagai mature fields, sehingga produksinya jadi makin lama makin berkurang. Maka VICO berusaha menggenjot (atau menyedot) sumur2 lamanya lebih kencang lagi, dan mencoba peruntungan membuat sumur2 baru di wilayahnya.

Namun beberapa minggu di Badak, saya melihat masyarakat sekitar belum menerima hasil dari penyedotan kekayaan mereka secara maksimal. Walaupun katanya kecamatan terkaya, tetapi anak SD harus berjalan kaki ke sekolahnya melewati jalanan berdebu yang dilewati kendaraan berat setiap hari. Lahan2 bekas eksplorasi dan drilling yang tidak ditanami kembali. Tidak ada rumah sakit, cuma klinik seadanya di Kantor VICO. Padahal gas dari Badak sudah membantu Jepang menjadi negara industri termaju di Asia. Kumpeni2 asing yang disewa sama VICO pun juga ambil keuntungan yang tidak sedikit. Sebentar lagi ketika gas di Badak sudah habis disedot sama VICO, akankah Muara Badak tetap menjadi salah satu kecamatan terkaya di Indonesia?

Different Creature. New Challenges. Same Attitude.

0 Comments

We must be careful here. In the Reds, beside the Big Red One, there are also Khmer Rouge. Friendly from outside, deadly inside. When we facing the Big Red One, we are always stuffed with the idea that they are evil, they are the enemy. But, we don’t know exactly how they are. Some of them are like the Princes of Darkness, but some of them still have a good mind. But when we dealt with Khmer Rouge, they just want to make our self always wrong, that we are stupid, that they need to wash our brain like washing dirty coverall. And the Princes of Darkness, as long as we don’t involved with their field of work, we are safe.

This Khmer Rouge, we will doing many things with them, we will meet them everyday, we will work with us, and their work result will passed to us. So we need to make a new strategy. We don’t really need to completely obey and submit to them, we just have to make ourselves as if we follow their will.

We are well adapted to situation like this. We have survived many condition that worse than this. As our level rise up, the challenges also increased. And we will meet each of these new challenges with the same aggressive attitude.

Google Knew Your Birthday

0 Comments

Kemaren buka Google, dan di halaman depannya ada Google Doodle ini.

 

birthday12-hp

 

Ternyata si Google tahu hari kelahiran saya, ya berdasarkan tanggal lahir di akun Google. Sampe segitunya pun juga diurusin oleh mereka. Begitu niatnya para software engineer mereka.

Yah semoga dengan makin tuanya saya, saya bisa lebih berguna di dunia ini. Amin.

A New Life

0 Comments

Dua minggu lalu, saya berpamitan dengan bapak, ibu, kakek, dan nenek saya untuk pergi mencari penghidupan baru. Dan kota Yogyakarta yang telah membesarkan saya selama 22 tahun ini. Dengan Stasiun Tugu sebagai perantara.

Dan saat ini, saya sudah berada di pulau yang berbeda. Tahapan baru dalam hidup saya baru saja dimulai. Bismillahirahmanirahim.

Happy 3rd Birthday My Kandangbuaya!

0 Comments

Bulan ini, kandang saya tercinta ini genap berusia 3 tahun. Banyak suka duka yang saya tumpahkan disini. Banyak juga eksperimen yang saya lakukan disini, terutama waktu awal-awal punya kandang. Teman-teman yang dulu seangkatan melu ngandang, ada yang masih rutin ngandang, ada yang hanya kadang-kadang saja, dan ada juga yang sudah undur diri.

Kandang ini tempat saya bisa belajar menulis, dan belajar mengutarakan apa yang ada di dalam pikiran saya. Memang saya bukan seorang avid-blogger. Tetapi setidaknya ada sesuatu dari seorang topx666 yang dapat dilihat dari reflesi ketikan keyboard saya disini, yang tidak terlihat dari social media saya yang lain.

Kandang ini mencerminkan perjalanan saya, mulai dari awal 2010 yang sedang seneng-senengnya sama linux dan programming, kemudian merambat mulai seneng elektronika dan instrumentasi (biar nyambung sama kuliahnya, hehehe), kemudian gambaran lika-liku mencapai kelulusan dari kampus tercinta. Dan yang tidak berubah, tentu soal musik dan petualangan, yang saya akan selalu suka sampai kapanpun.

Untuk harapan memasuki tahun keempat ini, semoga jadi lebih rajin ngandang, dan memaksimalkan fasilitas dan fitur-fitur yang sudah disediakan oleh komandan kandang. Dan semoga ketika kelak nanti, ketika saya melihat kandang ini, Long live Kandangbuaya!

Movie Quotations in Shai Hulud’s Song

0 Comments

Kira2 setahun ini, saya kembali suka ngulik2 lagu2. Dan ada satu artis pelopor metallic hardcore alias metalcore generasi awal yang menarik saya, yaitu Shai Hulud. Dulu waktu jaman2 seneng2nya sama melodic death metal (sekarang juga masih ding :p). Saya mendengar Shai Hulud sebagai salah satu influence utama dari metalcore jaman sekarang, tapi waktu itu belum nyari lagu2nya. Setelah saya mendapatkan beberapa albumnya (soft copy nya maksudnya), ada beberapa lagu yg cukup menarik. Lagu2 ini mengutip dialog2 dari dari film2 hollywood. Saya melihat lirik lagu Shai Hulud bersentimen positif dan membangun, dan dialog2 yg dikutip ini juga semakin memperkuat lagu2 ini. Berikut beberapa dialog film yg dikutip oleh Shai Hulud pada lagu2nya.

Pada album That Within Blood Ill-Tempered :

“There’s a time for fighting, and there’s a time for singing. Now you teach us to sing” – This Song: For The True And Passionate Lovers Of Music, dikutip dari Spartacus (1960)

“The human race, the deterioration of the spirit of man. Man undermining himself, causing a self-willed, self-imposed, self-evident self-destruction” – Two And Twenty Misfortunes, dikutip dari The Prisoner of Second Avenue (1975)

“Brothers and sisters, the time has come for each and every one of you to decide whether you are going to be the problem, or whether you are gonna be the solution!” – Ending The Perpetual Tragedy, dikutip dari konser MC5 di Detroit tahun 1968.

Pada album A Profound Hatred of Man :

“Courage. Strength. Conviction. We will meet each new challenge with the same aggressive attitude” – Faithless Is He Who Says Farewell When the Road Darkens, dikutip dari RoboCop (1987)

“A hell exists on earth? Yes. I won’t live in it” – If Born from This Soil, dikutip dari Glengarry Glen Ross (1992)

“Hate! About hate! About hate! About hate!” – Set Your Body Ablaze, belum tahu dikutip dari mana :p

Pada album Hearts Once Nourished With Hope And Compassion :

“It’s gonna be cold. It’s gonna be gray. And it’s gonna last you for the rest of your life” – Solely Concentrating On The Negative Aspects Of Life, dikutip dari Groundhog Day (1993)

Kemungkinan besar sih ini belum semuanya, mungkin besok kalo nemu lagi deh. Film2 diatas gak semuanya terkenal, tapi kutipan2 dialog diatas sangat memperkuat karakter lagunya Shai Hulud. Dan ini esensial kalo menurut saya.

Bersepeda ke Utara

0 Comments

Kesibukan saya selama proses mencari pekerjaan 6 bulan ini : tidak ada. Tetapi ada aktifitas yang saya sangat menyukainya dan saya lakukan rutin hampir tiap minggu selama ini, yaitu bersepeda. Saya bersepeda dari rumah menggunakan sepeda gunung abal Wimcycle Roadchamp saya.

Dulu pas awal 2012, rute yang paling sering saya lewati adalah menuju bandara. Kemudian pernah juga menuju kaki Pegunungan Seribu, baik lewat Piyungan Selatan, atau lewat Piyungan Utara-Prambanan. Lalu pernah juga ikut Jogja Last Friday keliling kota di malam hari. Menyusuri selokan ke arah timur sampai Candi Prambanan pernah juga dilakukan. Kemudian menyusuri rel kereta api, baik ke arah barat dengan pol mentok sampai stasiun Tugu, atau ke arah timur dengan pol mentok sampai stasiun Prambanan juga.

Tetapi rute yang paling saya sukai dan sangat bikin ketagihan adalah rute ke utara. Dalam rute sepeda ke utara, saya bagi menjadi dua. Yaitu rute barat, dan rute timur. Rute timur adalah yang paling sering. Dulu saya pertama kali ketagihan rute timur ketika bersepeda ke arah Stadion Maguwoharjo. Sebenarnya saya bersepeda ke Maguwoharjo pertama kali waktu SMP. Waktu itu saya sudah sangat kecapekan, tetapi saya masih sangat penasaran. Bagaimana kalau terus ke utara lagi.

Dan akhirnya beberapa bulan yang lalu saya akhirnya merealisasikan rencana itu untuk pertama kalinya, yaitu di postingan ini. Ketika itu sangat capai sekali, dan karena musim kemarau, udaranya panas dan kering. Tetapi itu tidak menyurutkan niat saya dan sparring partner sepeda rutin saya, Dani. Dan akhirnya kami berhasil sampai ke Kalikuning. Beberapa kali kami ke utara, kadang2 juga ditemani Tajul.

Dulu waktu pertama kali ke Kalikuning, saya mencoba dari rute paling timur, yaitu mulai ke utara dari Candi Sambisari. Kemudian perlahan kami menemukan rute terpendek setelah mencoba beberapa rute timur yang terbarat dari kampus kami, UGM, ke arah timur pelan-pelan setelah beberapa kali bersepeda. Rute terpendek itu sudah saya cek di Google Maps, dan memang yang terpendek dan tercepat dari rute-rute yang sebelumnya saya lewati.

Dan rute yang terpendek itu, kalau dari rumah kami yang dekat JEC, adalah ke utara lurus dari JEC, sampai ke Seturan. Kemudian dari Seturan lurus, sebelum Minomartani berbelok ke arah Embung Tambak Boyo. Dari Tambak Boyo ke utara melewati jalan sawah pinggir sungai. Dan dari kejauhan terlihat Candi Gebang. setelah itu kami hanya mencari jalan dan belokan terdekat menuju utara. Di sepanjang rute akan melewati semacam hutan, yang ketika saya pertama kali lewat saya cukup takjub, karena di tengah Kabupaten Sleman ada hutan yg tidak dimanfaatkan kayunya seperti ini, padahal masih jauh dari Gunung Merapi. Lalu rute akan melewati perkebunan salak. Kemudian setelah itu hanya ada satu rute yang terdekat untuk menuju Kalikuning, yaitu melewati jalan lurus setelah Pom Bensin Morolejar. Untuk menuju Merapi Golf, bisa melewati jalan kampung yg tembusannya dari pertigaan setelah Morolejar ke timur kemudian ke utara.

Setelah Morolejar ini sebenarnya adalah the Real Start, terutama setelah melewati SMA N 1 Cangkringan. Disini kami pernah diledek oleh duo pesepeda balap bule dengan kata-kata, “Put on man!” karena kami hanya menuntun sepeda kami, bukan mengayuhnya. Setelah itu ikuti jalan saja, dan akan mencapai perempatan legendaris dengan baliho bergambar Mbah Maridjan di samping Kantor Desa Umbulharjo. Disini silahkan ke utara untuk menuju Kalikuning. Dan tanjakannya adalah the Real Real Start. Setelah melewati gerbang retribusi, bisa ke arah barat untuk ke Plunyon, atau ke utara terus untuk ke Dusun Mbah Maridjan dengan Lava Tour-nya. Yang belum kami selesaikan sebenarnya adalah dari gerbang Lava Tour ke utara sampai titik terakhir untuk wisatawan.

Di perjalanan pulang, anda akan merasakan sensasi down-hill yang tiada duanya, karena anda mengayuh sendiri sepeda anda menanjak ke utara, bukan naik pick-up atau mobil. Untuk sepeda, saya sarankan memakai sepeda gunung standar, yang biasa saja sudah cukup. Jangan sekali-sekali memakai fix gear atau fixie, karena teman saya pernah memakai sepeda jenis ini untuk ke utara dan hasilnya adalah fail. Topi agar kepala terhindar dari sengatan matahari, dan sepatu (opsional).

Di postingan selanjutnya akan saya jelaskan tentang rute barat, yang menuju Bukit Turgo. Dan postingan berikutnya lagi, akan saya ceritakan cerita di balik dan selama dan yang saya temui, saya lihat, dan saya jumpai selama saya bersepeda ke utara.

Untuk foto-fotonya, akan menyusul saat saya sudah mendapatkan akses atas internet dengan kecepatan yang lebih memadai.

Salam genjot! 😀

Awal dari Infeksi

0 Comments

Terhitung 4 hari sejak kemarin Kamis pagi, saya harus menjalani kehidupan full di rumah. Sebabnya adalah infeksi kaki yang menyerang telapak kaki saya. Begini awal mulanya…

Jadi ketika itu Rabu pagi, seperti biasa rutinitas ala seorang unemployed di pagi hari adalah membuka email dan ECC. Tapi alangkah terkejutnya saya ketika si leptop CQ40-104AX kesayangan saya tidak mengeluarkan gambar di layarnya ketika saya hidupkan!

Akhirnya saya pelan2, menyusun rencana, karena jam 1 nya ada futsal. Diputuskan bahwa saya akan membawa si leptop ke service centernya HP Compaq di jalan monjali deket kampus. Lalu beberapa saat kemudian Tajul datang mengambil kartu ECC nya sekalian ngajak sarapan. Tajul sebenernya mau ke pameran komputer di JEC. Tapi saya gak ikut, karena hari sebelumnya sudah ke pameran beli percabangan USB ajaib dengan adaptor DC.

Setelah itu, di sms Hasmi ngajakin ke pameran juga, tapi dia ngajaknya agak siang, padahal siangnya saya mau futsal. Akhirnya gak ikut juga.

Jam 11 saya berangkat dengan peralatan futsal dan si leptop ke service center dulu. Disana ambil nomer antrian, eh ternyata gak ada yang antri, dana saya pun langsung ke mbaknya dan bilang, “Mbak ini tadi pagi saya nyalakan, tapi LCD nya gak nyala bla bla bla bla”. Dan akhirnya si mbak terakhir bilang, “Mas ini LCD nya rusak, biasanya harus diganti, dan biayanya 1.7juta”. Horotoyoh! Darimana ada duit 1.7 juta buat ngebenerin?

Karena masih 1 jam menuju jam 1, saya ke SIC dulu konsultasi sama suhu2 disana. Disana Fajar memberitahu, bahwasanya Rahmanu juga barusan mengalami musibah serupa, dan ternyata harga LCD ganti yg dia beli cuma Rp 850rb. Wah, tapi second. Dan setelah googling2, saya ada kepikiran menjadikan leptop ini sebagai sebuah battlestation. Jadi cuma dicolok monitor saja ke lubang VGA nya, dan tidak ganti LCD.

Dan jam pun mulai beranjak ke angka 1. Saya pun juga beranjak dari SIC ke futsalan. Disana ketika saya mau lari pemanasan, tiba2 di telapak kaki ada rasa sakit. Tapi saya acuhkan. Dan seperti biasa saya maen pendek2, 5 menit-5menit maksudnya. hehehe

Lalu saya disms oleh Gunawan, katanya dia di parkiran Perpus Universitas menemukan burung yang terluka. Saya pun langsung kesana walopun ketika itu futsalnya belum selesai. Saya muter2 di parkiran perpus tapi terlihat Gunawan maupun si burung. Saya sms lagi Gunawan. Dan karena kayaknya ada masalah dengan jaringan oleh operator seluler yang saya gunakan, balasan dari Gunawan pun juga tidak masuk.

Lalu saya kembali ke tempat futsal. Dan lanjut main seperti biasa. Di sela2 istirahat, saya melihat hape dan ada balasan dari Gunawan bahwasanya dia sudah pulang ke kos, dan saya pun membalas tidak menemukan si burung. Lalu rencananya kita akan kembali ke perpus untuk mengambil si burung setelah futsal.

Ternyata futsalnya sampe jam setengah 4, saya pun undur diri terlebih dahulu dari futsal. Dan futsalnya pun disponsori oleh Fika dan Arip. Terima kasih teman2! Eh ternyata saat saya buka sepatu, di telapak kaki saya ada luka, memang agak sakit tapi tidak terlalu menganggu.

Lalu saya ngampiri Gunawan untuk meniliki kembali sang burung. Setelah kami ke perpus lagi, si burung ternyata memang benar sudah raib. Kesimpulan terbaik, si burung sudah bisa terbang atau sudah diambil oleh orang baik hati yang mau merawatnya atau membawanya ke rumah sakit hewan. Kesimpulan terburuk, si burung sudah disate oleh tukang yang masih ada di sekitar perpus yang barusan selesai dipugar. Tapi semoga yang terbaik untuk si burung.

Di kos Gunawan saya kembali kepikiran si leptop. Lalu cari2 lagi sambil numpang di leptop Gunawan, ada LCD CQ40 juga di ngasngus yang harganya cuma 600rb, tapi garansinya cuma 7 hari. Ada beberapa LED second untuk rencana battlestation, tapi sudah sold semua. Lalu ada LED murah yang harganya selisih 200rb dari harga normal, tapi garansi cuma 1 bulan, alias barang dari pasar gelap.

Selanjutnya saya pun makan dulu. Lalu Holand sms untuk ke SIC untuk ngrembuk plan ke Dieng, saya pun ke SIC. Waktu itu saya sama sekali belum merasa bahwasanya kaki saya akan mengalami sebuah problem yang cukup rumit. Dan saya mengusulkan untuk naik motor saja ke Diengnya, untuk menghemat biaya. Setelah beberapa saat, diputuskan untuk naik motor apabila cuaca bersahabat. Apabila tidak bersahabat, bisa dadakan nyewa mobil ke temennya Veo. Di SIC, saya googling2 lagi dan saya putuskan saya akan membuat battlestation saja. Karena nantinya apabila leptop saya bener2 pensiun total, monitornya bisa dijual.

Lalu saya pun pulang, waktu itu hujan agak sedikit deras. Dan begitu sampe rumah langsung naruh motor dan jalan ke JEC. Di tengah jalan, baru terasa ternyata luka di telapak kaki saya agak lumayan, padahal pas itu banyak genangan air yang saya lewati.

Sampe di JEC, langsung cari2 harga, dan menemukan beberapa opsi yang cukup murah. Saya putuskan untuk mengambil LED Acer 16″. Gak usah terlalu besar yang penting cukup untuk menemani hari2 sebagai seorang jobseeker. Lalu saya ambil keyboard dan mouse wireless agar bisa mengakomodir kebutuhan. Dan total yang saya keluarkan, gak sampe setengah harga dari kalo ganti LCD di service center. Memang big blow banget, tapi mau bagaimana lagi, hanya inilah yang bisa saya lakukan di tengah ketidakpastian soal karir saya.

Waktu jalan pulang, ternyata sakit di telapak kaki semakin menjadi2. Sampai di rumah, saya lihat lukanya ternyata semakin melebar di kedua kaki. Saya ingat ternyata belum makan malam. Dan untuk keluar lagi, kedua kaki saya terasa sangat naudzubillah. Tapi saya paksakan untuk keluar. Dan selesai makan, saya mulai mendeploy battlestation saya. Memang sangat berantakan. Saya jajal untuk menjalankan beberapa aplikasi juga lumayan. Lalu saya pun tidur.

Paginya, saya terbangun oleh rasa seperti terbakar di telapak kaki saya. Dan alangkah kagetnya saya ternyata luka di kaki saya menjadi agak keputihan, pertanda terserang infeksi. Dan saya sama sekali susah untuk berjalan. Wah, beberapa rencana selama beberapa hari kedepan tampaknya akan gagal, pikir saya. Dan kemungkinan 80% penyebab dari infeksi ini, adalah malemnya saya ke JEC jalan kaki hujan2 an sambil menginjak genangan air. Padahal paginya saya dua kali diajak ke JEC juga. Dan apabila paginya saya ke JEC, tentu tidak perlu jalan kaki di genangan air. Tapi waktu itu memang saya belum tahu kalo LCD si leptop positif 100% harus diganti.